Thursday, October 30, 2008

Ramadhan...


Setiap kali datang Ramadhan, semua orang di rumah akan senang sekali. Banyak diantara mereka yang mengatakan, Alhamdulilah bisa bertemu lagi dengan Ramadhan, bisa banyak beribadah lagi, bisa banyak bersedekah, yang terpenting banyak-banyak berdoa agar diijabah. Dan sejak dulu aku tidak benar-benar mengerti apa enaknya datang Ramadhan. Aku memang islam, tetapi apa aku belum cukup beriman?? Sehingga perasaan senang pada saat Ramadhan datang belum bisa aku dapatkan. Yang aku rasakan, adalah memang kita wajib untuk melakukan puasa, itu saja. Mungkin yang membuat aku tidak bisa merasakan esensi Ramadhan adalah, orang –orang rumah mengatakan rindu Ramadhan, ingin bersedekah dan sebagainya, tetapi di sela-sela puasa, mereka masih saja terkadang membicarakan orang, mengeluh, dan semua hal yang membuatku tidak mengerti dimana rindu mereka dengan Ramadhan??? Bagaimana denganku????
Aku belum bisa merasakan rindu dengan Ramadhan, tetapi di hatiku ingin sekali aku merasakannya. Samakah seperti aku merindukan suamiku kalau dia pergi jauh? Samakah dengan rinduku pada sahabatku yang berada diluar pulau? Atau samakah dengan rinduku pada hal-hal yang sudah lama aku tinggalkan?? Entahlah! Aku belum mendapatkan feel “AHA” ketika Ramadhan datang. Terkadang aku berpikir, berdosakah aku??

Tahun ini adalah tahun ke-empat aku ber-Ramadhan dengan suamiku. Untungnya suamiku bisa diajak berdiskusi tentang banyak hal. Keresahanku akhirnya aku katakan juga,
“Bang..kenapa ya, setiap datang Ramadhan perasaanku biasa-biasa saja? Tidak seperti orang-orang yang katanya senang karena sudah rindu dengan Ramadhan. Apa aku belum beriman?” suamiku hanya tersenyum sambil menggoda,
“Adek itu puasanya masih latihan, belum sepenuhnya karena Allah, hehehhee”
Aku mencubitnya, “Aku serius nih.. kadang pengen juga seperti orang-orang yang katanya rindu dengan Ramadhan”
“Masih ingat rukun islam?” tanya suamiku. Aku mengangguk.
“Yang pertama kan bersyahadat...” jawabku.
“Yang kedua sholat....terus puasa, zakat, lalu naik haji..” aku masih meneruskan jawabanku yang kuanggap gampang sekali.
“Nah.. itu dia kuncinya..” jelas suamiku, aku sama sekali tidak mengerti.
“Maksudnya?”
“Bersyahadatlah dulu yang benar, kemudian sholat yang benar, lalu puasa yang benar, berzakat yang benar, dan naik haji yang benar..” terang suamiku.
“Berarti aku belum sholat dengan benar ya? Atau aku belum bersyahadat dengan benar?” aku jadi bertanya-tanya sendiri.
“Ya itu adek yang tahu kan...? Kalau abang, insya Allah ...” katanya sambil senyum-senyum. Aku diam sesaat. Diskusiku kali ini benar-benar membuat aku berpikir.
Malam ini aku tidak bisa tidur. Kurenungi setiap detik hidupku. Kegagalanku, keberhasilanku, bagaimana aku menjalankan tugas-tugasku, bagaimana sikapku dengan orang lain, yang terpenting adalah, bagaimana tanggung-jawabku dengan Tuhanku?? Dadaku sesak, nafasku naik turun. Aku menyesal sekali. Entah apa yang sedang kusesali. Aku menutup mataku. Mengingat kejadian, beberapa minggu yang lalu.
“Bang.. kita belum bayar listrik, belum bayar tagihan. Padahal uang kita tinggal dua ratus rupiah. Gimana ya?” seperti biasa aku selalu mengeluh kepada suamiku kalau sedang menghadapi berbagai tagihan yang datang. Dan seperti biasa, suamiku hanya menjawab enteng, “Ya biasa aja lagi. Tenang saja, yang penting tiap hari kita terus bergerak, berusaha. Allah pasti akan melihat..”
“Iya..aku tahu..tapi tagihan-tagihan ini harus segera dibayar..!”
“Kalau mengeluh begitu, apa tagihan bisa dibayar??” tanya suamiku. Ya jelas tidak lah...sahutku dalam hati.
“Sudah akh.. berhenti mengeluh. Lakukan saja yang terbaik. Nanti juga tagihan-tagihan itu bisa kita bayar..” Suamiku mulai jengkel dengan semua keluhanku.
Dan beberapa hari kemudian, tiba-tiba saja datang klien baru di perusahaan kami. Orderan datang, total order adalah 10 juta. Lebih dari cukup untuk membayar semua tagihan-tagihan yang aku pusingkan.
“Tu Dek.. makanya lekas-lekaslah beriman, mumpung bulan Ramadhan..” sindir suamiku.Air mataku jatuh perlahan, Ya Allah, maaf kalau selama ini aku meragukan-MU. Air mataku tambah deras, aku menangis. Karena banyak sudah kejadian yang harusnya membukakan mataku, bahwa semua masalah yang kami hadapi selalu diberikan jalan keluar oleh Allah. Tetapi, mengapa aku masih saja bingung setiap kali datang masalah lain???? Aku harus benar-benar merenung. Bulan Ramadhan adalah bulan baik, bulan penuh berkah. Aku sempat membaca beberapa buku agama tentang bulan mulia, Ramadhan. Mungkinkah karena itu orang-orang merindukannya???? “Sayang, rindu akan Ramadhan itu baik, tetapi yang lebih baik adalah mengaplikasikan apa yang kita dapat di bulan Ramadhan” suamiku memelukku, seakan dia tahu mengapa malam ini aku duduk sambil menangis. Aku tumpahkan semua perasaan sedih, kecewa, entah apa lagi di dalam pelukannya. “Abang juga masih belajar, santai aja. Kita sama-sama jalani hidup dengan tuntunan yang benar. Belajar memahami, dan mengamalkan. Jangan hanya sekedar berucap rindu Ramadhan, tetapi setelahnya tidak ada bekasnya sama sekali...Sudah. Sekarang banyak beristighfar..ya..” Aku melepaskan pelukannya, menatap wajahnya, lalu aku meminta sesuatu padanya, “Ajari aku beriman bang...” Suamiku malah tersenyum. Dia lalu merangkulku. “Ok.. pelajaran beriman yang pertama, jangan bingung setiap kali datang tagihan-tagihan atau datang masalah.....Itu saja...sudah cukup..” jawabnya enteng. Aku mencubit pinggangnya, dia pasti menggodaku. Tetapi akan aku lakukan, supaya Ramadhan tahun depan aku bisa merasakan dengan perasaan yang lebih baik. Akh.. Ramadhan tahun ini, aku membawa oleh-oleh baru... aku akan beriman. By ; Aldila Rahmah